Postingan

Renjana Semu

Sabtu malam. Pada muram dan terang hari tak bertuan Ku lihat di balik kilau reka asa yang berpendar menyelinap ragu pada semesta Ia riuh menggelapkan jiwa yang kokoh di lembar-lembar kemustahilan terselip elegi esok hari atas bayang semu yang menggerogoti pikiran ia menelan sejuta asa yang pernah di puncak tertinggi kini menghilang berpendar tak bertuju aku rindu pada semu yang gelap tapi nyatanya terang yang musnah tapi nyatanya ada yang rapuh tapi nyatanya kokoh aku rindu pada renjana yang diam-diam merasukiku saat mata terpejam hingga datang aroma pagi yang membuat terjaga aku lekat pada hilang, karena ia selalu membuatku rindu pada keberadaan yang menjelma, berwujud harapan tak berkesudahan Malam ini, biarkan aku bermain pada semu, hingga terbit gelisahku kembali,  saat itu, mari kita mengambil peran yang lain.

Surat untuk Masa Depan #4

Sabtu, 28 Maret 2020 10.30 Assalamu'alaikum Nurul.. Bagaimana kabarmu? semoga baik-baik saja, kalaupun tidak sedang baik-baik saja, aku percaya kamu bisa melewatinya, seperti yang sudah-sudah, bukan? hehe      Hari ini, kurang lebih 2 minggu sudah segala aktivitas yang bersinggungan dengan banyak orang dihentikan, yaa dampaknya penelitianku harus tertunda, hal ini karena COVID-19. 2 minggu ini banyak hal yang aku rasakan, dan aku pelajari. Aku merasa lebih memahami diriku, diriku dari sisi yang lain, Nurul yang ternyata walau seorang introvert  tetap membutuhkan interaksi sosial wkwk. 2 minggu ini, mostly  aku habiskan dengan nonton youtube, masak, baca-baca, beberes, dan belajar.       Sebenarnya, kalau bisa dibilang, aku kangen sekali dengan teman-teman, bercanda dengan mereka, sambat  bareng, makan bareng, dll, tapi ya gimana, keadaan memaksa kami untuk stay  di tempat masing-masing. Kau tahu Rul? di 2 minggu terakhir ini, sebenarnya aku tidak terlalu khawatir soal

Aku dan 2020

     Kamis siang. Seperti rutinitas yang sudah-sudah. Aku, di ruangan yang sama. Berpikir akan banyak hal, bukan, bukan tentang persoalan yang lalu-lalu, itu InsyaAllah sudah berakhir. Siang ini pikiranku terfokus pada banyak hal termasuk tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. aku tentu tidak mau mendahului takdir dengan memikirkan apapun yang belum menjadi ranahku. Atas bahagia, perharapan, dan berjuta-juta target yang ingin ku gapai tahun 2020. Aku masih pasrah, sungguh. Tak ada yang lebih bahagia dari sekedar pencapaian-pencapaian kecil. Aku sangat menghargai proses. Salah satunya proses mencintai, terutama diri sendiri. Akhir tahun lalu adalah puncak-puncaknya perasaaan insecure tumbuh dalam diriku, yaa pemicu utamanya tentu karena persoalan yang sebelumnya pernah ku singgung. Tahun ini, yaa harapanku banyak, utamanya dapat lebih mencintai diri sendiri. Menghargai tiap proses yang akan ku lewati, proses pendewasaan, proses penerimaan aku apa adanya. Semua mungkin akan terasa

Cerita Hari Ini : Waktu Membunuh

Sabtu, 09/02/2019 09.30 Pagi gelap gulita. Entah seterang apa di luar sana, yang jelas ini sudah pagi. Nadin Amizah. Mengapa aku baru mengetahui penyanyi indie ini. Luar biasa. Baru 2 lagu yang aku dengarkan, tapi sudah benar-benar mengisi di hati. Ah, kudu download yang lain nih. Oh ya bukan itu yang akan aku bahas kali ini. Waktu. Ya itu dia tema hari ini. Waktu hal yang bagaimana pun akan selalu kita hadapi setiap hari, kapanpun, dimanapun. Waktu bisa menjadi teman baik, bisa pula menjadi musuh abadi. Seberapa besar kita menghargai waktu, serta kenangan apa yang tersimpan dibalik ‘waktu’ itu pun yang bisa menuntun stigma teman atau musuh tadi. Ya, soal waktu tak dapat dipisahkan dari kenangan. Indah, asam, asin, manis, ataupun pahit, yang pastinya itu kenangan, dimana kita secara langsung maupun tidak langsung pernah menjadi bagian darinya.  Pagi ini, kemilau cahaya matahari menggelayut pada sela-sela pintu kamar. Membungkan sejuta makna yang sempat kulupakan, aku dan ke

Ini Caraku Bersuara #catatanAirun

Ini caraku bersuara... Aku bukan mahasiswi yang tiap saat dipenuhi dengan motivasi, bukan pula mahasiswi yang selalu dipenuhi ide-ide brilian. Aku hanya aku Mahasiswi biasa yang sedang mencoba keluar dari zona nyamannya Mahasiswi introvert yang memiliki berjuta-juta angan Hm.. Apa yang bisa aku katakan.. Dalam suatu forum diskusi pun mostly aku hanya berperan sebagai pendengar, duduk di belakang sambil manggut-manggut. Pulang, makan, dll sering sendiri. Tapi, aku menikmatinya. Aku tidak suka. Tidak suka ketika ada saja orang yang memprotes rutinitasku itu. ”Apa yang salah dari jalan sendirian?” batinku. “Rul, tadi kamu makan sendiri di burjo belakang? Kamu ga takut?” “Lah apa yang harus ditakutin? Siang, rame, so apa yang harus ditakuti?” Atau “Dek, kok sendiri?” kata Mbak yang jaga kos “gapapa Mbak” jawabku. Apakah lantas di setiap aktivitas kita harus bareng teman?  Aku suka pulang sendiri, itu ada alasannya. Jarak antara gedung FMIPA dengan kosku lum

Tentang Hati

sudah hampir 3 minggu yang lalu... perasaaan itu muncul... it's kinda weird...         Bukan perkara mudah memendam perasaan. Ironisnya dengan orang yang cukup dekat dengan kita. Bahkan mungkin karena status kita berdua, teman-teman ga bakal nyangka kalau perasaan itu bisa muncul. weird.         Tentunya. Seperti biasanya. Aku tak sadar, kalau perasaan ini ternyata telah cukup kokoh. Soal itu, memasuki usia dewasa memang orientasinya bukan soal pacaran dan pacaran. Alhamdulillah sudah prinsip. Sudah kebiasaan, setiap perasaan ini muncul, ALLAH selalu menjadi tempat mengaduku, dan bertanya soal tindak lanjut dari perasaan ini, hhehehe. Jawaban ALLAH pun sangat cepat. Kalau memang tidak baik, ALLAH benar-benar menghentikan perasaan itu. Tapi, benar-benar baru kali ini, aku sudah memohon kepada ALLAH untuk menghentikan perasaan ini, tapi sampai sekarang, perasaan ini tetap ada, masih nyaman di hati.  Jodoh. perkara yang sering dibahas dimana-mana. Dulu sih, aku ga begitu

Surat untuk Masa Depan #2

Subuh. Senin. 20 Agustus       Setelah melakukan beberapa aktivitas. Entah apa yang mengusik hatiku, dalam diam aku menangis. Menahan banyaknya air mata yang mungkin akan keluar subuh ini. Aku rindu. Rindu ketika semua yang aku rindukan tidak seberarti sekarang. Aku terus berpikir tentang perkataan orang tuaku beberapa hari yang lalu soal kemungkinan pindah ke Sulawesi semakin besar. Aku takut. Takut akan perubahan yang sangat besar dalam hidupku. Timika. Hidupku. Aku takut lebaran kemarin, adalah lebaran terakhir aku di Timika. Timika kota kecil yang penuh arti. Kau tau Run? saat ini memang termasuk saat paling berat dalam hidupku, berkutat dengan masalah keuangan, keluarga, dan bahkan rasa rindu ini sebenarnya sudah cukup untuk membunuhku. Aku yang sekarang memang bukan tipikal orang yang bisa dengan mudah mencurahkan perasaanku di depan teman-temanku, entah mengapa. Run, aku tau saat kau membaca ini mungkin kau sudah cukup terbiasa dengan hal seperti ini, seperti kata orang, P